Selasa, 20 Oktober 2009

PARTISIPASI GENERASI INDONESIA DALAM POLITIK

Berbicara mengenai pemuda dan politik rupanya cukup menarik. Pemuda yang nantinya diharapkan akan mendukung terselenggaranya kegiatan politik bisa malah menghambat pelaksanaan politik negeri ini.
Pemuda berfungsi sebagai penghubung antara kebijakan pemerintah dengan masyarakat. Pemuda dalam hal ini bisa diibaratkan seperti "tukang pos" yang mengantarkan sesuatu kepada alamat yang dituju, tanpa intensi, tanpa kepentingan apa pun. Hanya saja realitas sosial tidak bisa dilepaskan dari urusan materi dan juga urusan politik.
Namun demikian, persinggungan pemuda dengan dunia politik itu harus senantiasa mengacu pada kaidah peran dan fungsi pemuda. Maka, munculnya kekhawatiran bahwa pemuda akan terjebak menjadi alat legitimasi, untuk tidak menyebut tukang stempel, atas semua kebijakan pemerintah.
Pertanyaan yang muncul kemudian, apakah keterlibatan pemuda secara lebih intens dalam dunia politik ? Keterkaitan pemuda dengan politik ini disebut bagian dari pesona pemuda sebagai agent of change, sehingga keterlibatan pemuda dalam politik--paling tidak dalam bentuk yang paling pasif seperti imbauan-imbauan moral bernada politis sulit dihindarkan.
Banyak pemuda yang meningkat kedudukan dan status sosialnya dari pemimpin di tingkat lokal menjadi pemimpin yang berskala nasional bebarengan dengan adanya pengembangan kinerja dan sosok birokrasi kepemudaan, juga ditambah sistem kepartaian, termasuk institusi di bawahnya.
Dalam kondisi demikian, tak jarang mereka mendapat akses dan keuntungan lebih besar baik, secara politis maupun ekonomis.
Fenomena mutakhir berupa menjamurnya partai-partai yang disebabkan terbukanya era reformasi yang meniscayakan liberalisasi dan relaksasi politik juga membuka saluran perasaan-perasaan yang tersumbat dari kalangan pemuda. Banyak pemuda yang terjun dalam dunia politik praktis, baik aktif dalam struktur kepengurusan partai atau hanya menjadi pendukung di balik layar.
Kegairahan berpolitik (sebagian) pemuda saat ini menandai kegerahan dan kejengkelan mereka yang disumbat aspirasinya dan dilarang keluar dari kandangnya pada masa Orde Baru.
Betapapun demikian, muncul kekhawatiran--yang saya kira cukup beralasan--bahwa aktivitas politik pemuda tersebut telah melangkah terlalu jauh. Dari pihak yang menyambut setengah hati, keterlibatan pemuda dalam politik praktis, tentu saja, akan mencampuradukkan persoalan kemasyarakatan dan kepentingan absolut dan hitam-putih dengan masalah politik yang rasional, relatif dan profan.
Menyadari pemuda sedang "berbulan madu" dalam ranah politik (praktis?), jangan sampai membuat pemuda terlena dan malah memandulkan perannya. Betapa pun, seperti disinggung tentang hubungan pemuda dan pemerintah terasa timpang akibat faktor sumber kekuasaan yang berbeda, sehingga bargaining position pemuda menjadi lemah. Dalam banyak kasus, pemuda banyak dimanfaatkan penguasa untuk mem-back-up program dan kebijakan penguasa maupun sebagai pengumpul pundi-pundi suara dalam pemilu. Peran politik pemuda lebih tampak sebagai mitra pasif.
Bermitra dengan penguasa sah-sah saja, berarti pemuda telah memperluas area perjuangan yang menarik dan sarat dengan intrik dan konflik serta bermandikan dengan surga dunia: kekuasaan. Pada saat itulah, konsistensi pemuda diuji apakah pemuda tetap sebagai moral force atau aktor politik yang bermain cantik jika ia berprofesi sebagai politisi ataukah malah tergelincir dalam kubangan kekuasaan?

0 komentar:

:10 :11 :12 :13
:14 :15 :16 :17
:18 :19 :20 :21
:22 :23 :24 :25
:26 :27 :28 :29
:30 :31 :32 :33
:34 :35 :36 :37
:38 :39 :40 :41
:42 :43 :44 :45

Posting Komentar

 

©2009 . | by SMAN 1 Kraksaan