Rabu, 21 Oktober 2009

MEMBERIKAN RUANG LEBIH BAGI ANAK MUDA GENIUS

Dunia pendidikan kita seolah tak pernah sepi dari badai kritik. Salah satu di antara kritik yang lagi up to date dibicarakan, bahwa penyelenggaraan pendidikan yang dilaksanakan selama ini masih lebih banyak bersifat klasikal missal terhadap semua siswa. Baik siswa yang lamban, sedang, dan pandai atau sangat pandai yang sebenarnya memiliki kebutuhan berbeda, tetap mendapatkan pelayanan pendidikan yang sama. Semua itu terjadi, karena dunia pendidikan kita masih lebih berorientasi pada segi kuantitas, untuk dapat melayani sebanyak-banyaknya jumlah siswa.
Tentu saja sistem tersebut cenderung merugikan, terutama bagi peserta didik yang memiliki kualitas di atas rata-rata. Sebab potensi yang brilian tersebut diukur dan ditakar secara gradual dengan siswa yang dibawah standar. Baik anak yang kualitasnya di bawah standar maupun anak yang kecerdasannya berada di atas rata-rata, sama-sama diwajibkan menyelesaikan studinya selama 6 tahun untuk MI/SD, serta 3 tahun untuk MTs/SMP dan MA/SMA.
Salah satu kelemahan dari system pendidikan yang semacam itu, adalah belum terakomodasinya kebutuhan individual siswa. Bagi siswa yang lamban, mereka akan selalu tertinggal dalam mengikuti proses kegiatan belajar mengajar yang ada. Sementara bagi siswa yang pandai, lebih-lebih bagi siswa yang sangat pandai, mereka akan mengalami rasa jenuh karena harus menyesuaikan diri dengan kelambanan siswa lainnya. Sebagai akibatnya, potensi kualitas dirinya tidak dapat tersalurkan atau berkembang secara optimal (mider-achiever).
Namun kelemahan system pendidikan yang klasikal, missal tersebut agaknya telah disadari dan segera diantisipasi oleh pemerintah dengan diterbitkannya Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003; tentang Sistem Pendidikan Nasional yang mengatur tentang “Anak Muda Genius”. Seperi dalam bab IV pasal 5 ayat (4) disebutkan, bahwa warga Negara yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa berhak memperoleh pendidikan khusus. Dalam Bab V pasal 12 ayat (1b) juga dikatakan; setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan sesuai dengan bakat, minat dan kemampuannya. Begitupun dalam pasal 12 ayat (1f); setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak menyelesaikan program pendidikan sesuai dengan kecepatan belajar masing-masing, dan tidak menyimpang dari ketentuan batas waktu yang ditetapkan.
Pemerintah rupanya menyadari, bahwa dinamika kehidupan dalam melinium ketiga ini berkembang dengan sangat dahsyat. Dan kecepatan perubahan di dunia pendidikan yang bersifat global itu, agaknya merangsang mereka yang memiliki kecerdasan di atas normal. Namun sayangnya, tawaran baru berupa Program Percepatan Belajar (akselerasi) dari pemerintah tersebut, rupanya belum mewabah di kalangan insan pendidikan. Bahkan sebagian besar pendidik terutama dari madrasah masih merasa asing dengan alternatif layanan pendidikan, yang memberikan ruang lebih bagi “Anak Muda Genius” tersebut.
Hingga tahun pembelajaran 2007/2008 terdapat enam madrasah di Jawa Timur yang memberikan layanan program percepatan belajar; MTs Unggulan PP Amanatul Ummah Surabaya, MTs Negeri Sumber Bungur Pakong Pamekasan, MTs Negeri Malang 3 Kabupaten Malang, MTs Negeri 1 Kota Malang, MA Negeri Malang 3 Kota Malang dan MA Negeri 2 Kota Madiun.
Padahal dengan diterbitkannya UU No. 20 Tahun 2003, seharusnya setiap madrasah berlomba untuk menyambut UU tersebut, dengan memberikan layanan akselerasi terhadap peserta didik yang memiliki otak genius. Dengan demikian, akan terbuka kesempatan bagi mereka untuk dapat mempercepat masa belajarnya; 5 tahun untuk tingkat MI/SD, serta 2 tahun untuk tingkat MTs/SMP dan MA/SMA.Program akselerasi merupakan alternative untuk mengimbangi kurang efektifnya program pada kelas klasikal yang bersifat massal. Sebab dengan adanya program ini, tentu akan membuka ruang kompetisi yang lebih baik bagi “Anak Muda Genius”. Dengan demikian, output dari program akselerasi terhadap peserta didik yang memiliki otak genius. Dengan demikian, akan terbuka kesempatan masa belajarnya; 5 tahun untuk tingkat MTs/SMP dan MA/SMA.
Program akselerasi merupakan alternative untuk menimbang kurang efektifnya program pada kelas klasikal yang bersifat massal. Sebab dengan adanya program ini, tentu akan membuka ruang kompetesi yang lebih baik bagi “Anak Muda Genius”. Dengan demikian, output dari program akselerasi tersebut akan turut pula memberikan andil dan warna baru, bagi proses perubahan yang tengah terjadi di dunia pendidikan kita. Namun yang perlu diperhatikan bagi madrasah yang akan memberlakukan program akselerasi tersebut, hendaknya mempersiapkan segalanya secara matang. Baik mengenai system dan metodologinya, maupun yang berkenaan dengan sarana dan prasarananya. Sebab jika tidak, tentu akan mengalami banyak sekali hambatan dan memenuhi kendala-kendala yang sifatnya sangat mendasar.Dari berbagai pemantauan yang kami lakukan di lapangan, ternyata efektifitas pemantapan (menyikat waktu belajar) memiliki dampak yang cukup signifikan. Keterbatasan waktu dan banyaknya jumlah materi yang harus disampaikan, mengakibatkan terjadinya benturan yang tak dapat dielakkan. Sehingga yang kerapkali terjadi, para guru terpaksa hanya menyampaikan materi yang bersifat kulitnya saja. Cepatnya guru dalam mengajar juga tidak bisa dihindarkan, sehingga materi yang sangat esensial pun tidak bisa didalami. Sebagai akibatnya, tentu saja apa yang diterima oleh siswa masih sangatlah dangkal.
Menghajar di kelas ekselerasi, setiap guru harus mampu merancang suatu metode pembelajaran yang efektif dan efisien. Bagaimana dengan waktu yang singkat, siswa bisa memahami materi pelajaran. Yang seringkali terjadi, justru guru hanya melakukan pemadatan materi pelajaran semata, tetapi sulit untuk melakukan reinforcement, enrichment atau ekskalasi (pendalaman pada tiap bidang) materi. Sehingga untuk melakukan analisis yang lebih mendalam terhadap suatu materi, nyaris terabaikan lantaran desakan waktu dan kejaran bahan yang ada. Sementara usaha pemadatan materi dengan cara menghilangkan beberapa materi yang dianggap non essensial, sangatlah beresiko akan hilangnya materi yang terkadang berfungsi bagi proses analisis berpikir siswa.Pengalaman belajar yang dialami siswa selama pembelajaran, sangatlah menentukan pengembangan potensi dasar siswa; baik daya pikir, afeksi, maupun kecakapan. Sehingga penyampaian materi yang bersifat konsep-konsep penting saja, akan cenderung membonsai tumbuhnya kemampuan life skill siswa. Locus of Control (orientasi control siswa terhadap pengembangan diri) pun nyaris hilang. Sebab mereka tidak memiliki suatu kenikmatan belajar dalam menghayati suatu materi pelajaran, lantaran harus secara beruntun dipaksa untuk memahami materi, mengerjakan latihan soal dan langsung mengikuti tes evaluasi.Namun di sisi lain, pemadatan materi justru sangat memberikan dampak positif pada siswa ketika memasuki dunia perguruan tinggi. Mereka menjadi terbiasa dengan tugas-tugas di kampus. Treatment yang diberikan guru akselerasi sangat membantu mereka, ketika beradaptasi dengan dunia kampus. Bahkan untuk siswa yang sangat terbakat, akan merasa jenuh pada semester-semester awal perkuliahan karena dirasakannya sangat lambat dan cenderung membosankan.Dari berbagai analisis tersebut, program ini kiranya perlu sekali untuk terus dikembangkan dan dievaluasi, agar tujuan ideal pendidikan kita yang meliputi ranah kognitif, afektif dan psikomotorik bisa tercapai secara gemilang. Sebab pendidikan pada dasarnya memang merupakan suatu sistem yang memiliki tujuan untuk memberikan pencerahan terhadap manusia.
Pendidikan dapat dikatakan berhasil, apabila outputnya bisa memberikan sumbangsih nyata dalam dinamika masyarakat; baik secara mental, fisik maupun peradabannya. Begitu pula sebaliknya, pendidikan dinilai belum berhasil, apabila outputnya belum dapat mengoptimalkan nilai-nilai kemanusiaannya; yang meliputi cipta, karsa dan rasa.
Untuk sementara ini, program akselerasi dianggap sebagai sesuatu yang memenuhi harapan banyak kalangan. Sebab program tersebut bisa menjadi sebuah proses pembenahan terhadap carut marutnya sistem pendidikan di Indonesia. Namun tidak menutup kemungkinanan, kedepanan nanti akan ditemukan solusi-solusi baru yang lebih sesuai dengan fitrah manusia Indonesia. Oleh karena itu, setiap institusi pendidikan harus memberikan fokus yang sama terhadap peningkatan kualitas pendidikannya. Dengan demikian berpulang semuanya kepada insan pendidik dan pemerhati pendidikan. Apakah manusia Indonesia akan dipacu untuk menggapai harkat dan martabat kemanusiaannya, ataukah justru dibiarkan terpinggirkan merana dalam kondisi yang memperihatinkan? Semua terserah kita!

Sumber: Majalah Pembangunan Agama MIMBAR Mei 2009.

1 komentar:

. mengatakan...

JENIUS??? Pengen banget!! Mau dong!!

:10 :11 :12 :13
:14 :15 :16 :17
:18 :19 :20 :21
:22 :23 :24 :25
:26 :27 :28 :29
:30 :31 :32 :33
:34 :35 :36 :37
:38 :39 :40 :41
:42 :43 :44 :45

Posting Komentar

 

©2009 . | by SMAN 1 Kraksaan